KODE-4

Thursday, October 4, 2007

Pimpinan Al Qiyadah Wajib Lapor


Poltabes Padang hanya mengenakan wajib lapor terhadap pimpinan aliran Al Qiyadah Al Islamiyah Sumbar, Dedi Priadi (44), pasca-diamankannya 12 anggota aliran tersebut dan menjalani pemeriksaan hingga 11 jam. Dedi menantang MUI untuk melakukan dialog terbuka tentang mana yang paling benar.
Keduabelas anggota aliran yang diamankan polisi telah dilepaskan sejak Selasa (2/10) sekitar pukul 21.00 WIB. Kapoltabes Padang, Kombes Pol Tri Agus Heru Prasetyo melalui Kasat Reskrim Poltabes Padang Kompol Mukti Juharsa menyatakan polisi tidak melakukan penahanan terhadap 12 anggota aliran Al Qiyadah Al Islamiyah. “Hingga kini kasus tersebut masih dalam penyelidikan dan Dedi dikenakan wajib lapor,” tegas Mukti singkat. Kasus dugaan aliran sesat ini tidak lagi ditangani Satuan Intelkam, tapi telah ditangani Satuan Reskrim.

Sebelumnya, 12 anggota aliran Al Qiyadah Al Islamiyah diperiksa intensif Satuan Intelkam. Tidak ada keterangan resmi tentang perubahan satuan yang menangani kasus tersebut.Dedi kepada wartawan di Poltabes usai pemeriksaan Rabu (3/10), menyatakan dirinya hanya meminta perlindungan kepada kepolisian. “Saya merasa keselamatan saya terancam dengan adanya aksi massa Senin kemarin. Sehingga saya meminta perlindungan kepada kepolisian,” ujar ayah 7 anak ini. Hal senada diungkapkan istri Dedi, Maria (35), yang juga ikut dalam daftar 12 orang anggota aliran tersebut. Maria mengaku telah meninggalkan rumahnya dan telah pindah ke lokasi lain yang lebih aman.

Selanjutnya Dedi menantang MUI untuk melakukan dialog terbuka dengan dirinya. “Saya menginginkan diadakannya dialog terbuka dan bisa ditonton oleh semua masyarakat. Sehingga kebenaran dapat terungkap. Karena saya juga merasa terganggu dengan pemberitaan yang ditujukan kepada saya dan saya ingin menjelaskan ajaran sebenarnya. Tapi dengan syarat adanya mediator yang independen,” tandasnya. Dedi menilai fatwa yang dikeluarkan MUI Sumbar sifat dan skalanya hanya lokal, tidak nasional. Sehingga Dedi meragukan keabsahan fatwa yang dikeluarkan MUI Sumbar. ”Apakah fatwa tersebut telah dibuat dengan sebenarnya dan bisa dijadikan sebagai pedoman?” ungkap Dedi mempertanyakan.

Kasus ini berawal saat Aliran Al Qiyadah Al Islamiyah dinyatakan MUI Sumbar sebagai ajaran sesat dan menyesatkan serta telah keluar dari ajaran Islam melalui surat keputusan fatwa Nomor 1/Kpt.F/MUI-SB/IX/2007. Selanjutnya ratusan massa dari mahasiswa bersama masyarakat melakukan aksi dan menyegel markas aliran Al Qiyadah Al Islamiyah di Jalan Dr Sutomo No 12 Padang, sekitar pukul 10.00 WIB, Selasa (2/10). Untuk mencegah aksi anarkis, polisi mengamankan 12 anggota aliran. Sebagian besar adalah keluarga besar pimpinan aliran tersebut, Dedi Priadi sang istri dan beberapa remaja serta mahasiswa.

MUI Siap Berdialog

Padang, Padek—Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumbar tidak menampik ajakan Dedi Priadi, pimpinan aliran Al Qiyadah Al Islamiyah untuk berdialog. Namun, dialog yang dilakukan bukan lagi mengkaji hasil fatwa MUI yang telah dikeluarkan. Penegasan tersebut disampaikan Ketua bidang Fatwa MUI Sumbar Gusrizal Gazahar kepada wartawan di kantor MUI Sumbar kemarin. Menurutnya, MUI tidak akan melakukan pengkajian lagi terhadap hasil fatwa yang dikeluarkan. Karena fatwa tersebut merupakan hasil kajian yang mendalam dan tidak ada keraguan terhadap hasil kajian tersebut. “Kita tidak akan menolak untuk melakukan pertemuan. Tapi pertemuan kita lebih kepada penyadaran agar dapat bertobat dari kesalahan yang dilakukan,” kata Gusrizal seraya menunjukkan makalah dan buku Ruhul Qudus yang diturunkan kepada al Masih al Mau’ud yang menjadi bukti aliran tersebut sesat.

Periksa: Pimpinan ajaran Al Qiyadah Al Islamiyah Sumbar, Dedi Priadi (44) (kanan) keluar dari ruang pemeriksaan Sat Intelkam Poltabes Padang didampingi Kanit V Intelkam Poltabes AKP Hanafi, kemarin.


Gusrizal didampingi sejumlah pengurus MUI Sumbar ini di antaranya Ketua Bidang dakwah Duski Samad, Sekretaris Bidang Fatwa Ridwan Noer, Sekretaris MUI Edi Syafri, Guswandi Syas, Ketua Bidang Pendidikan dan Perempuan Hayati Nizar, Ketua Bidang Ukhuwah dan Keislaman Rusdi. Ia menyatakan MUI mengeluarkan fatwa tersebut sesuai dengan hasil sidang fatwa. Keluarnya fatwa MUI (MUI) Sumbar No. 1/kpt.F/MUI-SB/IX/07 tentang Al-Qiyadah al Islamiyah kata Gusrizal tidak mungkin dikeluarkan jika MUI tidak melakukan pengkajian yang mendalam. Apalagi, dalam ajaran tersebut kata Gusrizal telah merusak sendi pokok agama Islam dengan merubah syahadat dan kewajiban shalat.

“Dua hal ini menjadi hal pokok dalam ajaran Islam. Kalau ini sudah di putarbalikkan, apakah ini patut untuk ditinjau lagi,” tanya Gusrizal. Al Qiyadah Islamiyah ini lanjutnya telah mengubah syahadatain dari yang seharusnya “Asyhadu alla ilha illallah wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah menjadi Asyhadu alla ilaha illallah wa asyahadu anna masihal mau’udar Rasulullah”. Aliran ini juga mengingkari kewajiban lima waktu, bagi mereka shalat yang wajib hanya qiyamulail saja. Apalagi mereka menyakini adanya rasul setelah Rasulullah Muhammad SAW yaitu Al-Masih Al-mau’ud (Al masih yang dijanjikan), yang mengiklankan diri pada tanggal 23 Juli di Gunung Bunder Bogor.

Menurutnya, Sumbar termasuk satu dari tiga provinsi yang menyebarannya cukup besar. Yakni Yogyakarta dan Jawa Barat. Gusrizal mengaku tidak mengetahui secara pasti jumlah jemaah aliran ini di Sumbar, karena ajaran ini berlangsung dari rumah ke rumah dengan cara melakukan pengajian. “Ini jelas bertolak belakang dengan Islam. Makanya kita ada keraguan lagi terhadap aliran ini,” katanya. Keluarnya fatwa ini kata Gusrizal untuk memberitahukan kepada masyarakat agar tidak terjerumus dengan ajaran ini. Selain itu, Gusrizal meminta kepada masyarakat yang sudah terlanjur masuk dalam ajaran ini agar segera kembali pada ajaran yang benar. “Yang pasti, keluarnya fatwa ini harus segera dapat ditindaklanjuti oleh MUI kabupaten/kota sehingga tidak terlambat lagi pembubaran aliran ini,” katanya.

Gusrizal khawatir jika penanganan aliran ini terlambat dilakukan justru akan sulit untuk membubarkannya dan dapat memicu munculnya aliran-aliran baru yang justru menyesatkan. “Kita lihat saya contoh Ahmadiyah yang jelas-jelas sudah dilarang, tapi kenyataannya tetap plang nama Ahmadiyah terpajang,” tambah Gusrizal. Selanjutnya, katanya MUI Sumbar akan melakukan pertemuan dengan Pakem Sumbar Jumat (5/10) mendatang. Untuk membahas kelanjutan pembubaran aliran ini. Saat ini Gusrizal mengaku sedang melakukan pengkajian terhadap aliran yang sedang berkembang. Namun Gusrizal tidak mau mempublikasikan, karena masih dalam proses pengkajian. MUI tidak akan membuat opini publik, jika suatu ajaran tersebut belum cukup bukti disebut sebagai aliran sesat. (afi)

Padang Ekspres, Kamis, 04-Oktober-2007, 09:26:40

1 comment:

  1. klo menurutku Al-Qiyadah islamiyah tu gak kreatif, kalo memang bikin konsep keagamaan baru ya jangan Niru /Mbajak miliknya orang. dalam islam tu ud jelas ALLah tuhannya dan Muhammad Rosulnya jangan diganti-2. kalo masih tetep pengen ganti ya jangan pake istila Islam. tu nyatanya Gak Cerdas!

    oh ya Jangan merusak Pemahaman Orang yang sudah Mapan, kalo anda dituduh SESAT ya pantas. lawong gk kreatif, ber-Islam tapi anda Menyelewengkan. Lawong Mbajak Lagu saja dilarang apalagi Membajak AGAMA…? tul gak ..?

    ReplyDelete