KODE-4

Wednesday, May 14, 2008

Bangka Belitong Negeri Laskar Pelangi

Dari Talk Show Andrea Hirata

Pengarang tetralogi novel Laskar Pelangi, Andrea Hirata, merespons mencanangan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebagai “Negeri Laskar Pelangi” dan sekaligus sebagai ikon budaya Bangka Belitung. Penetapan ikon “Negeri Laskar Pelangi” itu diharapkan mampu menaikkan image Bangka Belitung.

Menurut Andrea, penamaan Negeri Laskar Pelangi itu, bermula dari pertemuannya dengan Gubernur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung baru-baru ini.

“Saya senang akan ide ini dan saya sumbangkan karya saya Laskar Pelangi untuk Bangka Belitong yang sedang membangun image. Soal membangun image ini diceritakan Gubernur Bangka Belitong kepada saya waktu kami berjumpa baru-baru ini,” kata Andrea pada Metro Bangka Belitung di Pangkalpinang.

Dijelaskannya, pemakaian nama Laskar Pelangi sebagai ikon budaya Bangka Belitung tanpa perlu dibayar sepeserpun. Gratis. Tak perlu dibayar, tak perlu diberi kompensasi apapun. “Silakan otoritas Bangka Belitong dan masyarakat Bangka Belitong menggunakan Laskar Pelangi dalam berbagai bentuk guna membangun citra positif Bangka Belitong. Dan itu cuma-cuma,” ujarnya.

Hal yang sama juga disampaikan Yan Megawandi, Ketua Bappeda Provinsi Kepulaun Bangka Belitung saat pembukaan acara “Talk Show Bersama Andre Hirata” di Aula Kantor Gubernur Bangka Belitung, Senin, 18 April 2008 lalu. Acara ini dihadiri ratusan guru-guru dari SMA dan SMP, serta peminat tulis menulis di Bangka Belitung.

Menurut Megawandi, yang saat itu hadir mewakili Gubernur, kahadiran novel tetralogi Laskar Pelangi yang telah menjadi perbicangan banyak orang di Nusantara dan juga mancanegara, sedikit banyak telah melambungkan nama daerah Bangka Belitung itu sendiri. “Nama daerah ini menjadi terkenal. Karena setting cerita di Belitong,” katanya. Novel Laskar Pelangi merupakan buku mega best seller dan buku terlaris dalam sejarah sastra Indonesia. Kini buku yang semula hanya ditulis Andrea sebagai “kado” untuk ibu Muslimah Hafsari, guru dari 10 murid yang dijulukinya “Laskar Pelangi”, menjadi fenomenal dan menginspirasi banyak orang. Buku ini meledak di pasaran.

“Maka, Bapak Gubernur meminta kepada Andrea Hirata untuk “merelakan” nama Laskar Pelangi dijadikan ikon budaya Bangka Belitong. Selain disebut sebagai Negeri Serumpun Sebelai, sejak saat sekarang ini Bangka Belitong disebut juga Negeri Laskar Pelangi,” kata Megawandi dan disambut gemuruh peserta talk show.

Prihatin Dunia Pendidikan

Namun demikian, sepanjang talk show itu, karena audiens guru-guru, Andrea lebih banyak bicara tentang dunia pendidikan, yang menurutnya, kondisinya lebih parah dan mencemaskan.

Ia mengatakan, salah satu penyebab tidak berhasilnya pendidikan di Bangka Belitong karena guru dan muridnya tidak percaya diri,” katanya seraya menyebutkan, ia lebih suka menyebut Belitong ketimbang Belitung yang sudah diindonesiakan.

Dalam riset kecil yang dilakukannya di Belitong, tempat kelahirannya, tentang kualitas pendidikan serta korelasinya dengan kehidupan orangtua siswa sepanjang 5 tahun terakhir. Secara ekonomi orang Belitong makin kaya. Indikasi ini dilihat dari demikian banyak orangtua yang mampu mengirim anaknya untuk kuliah ke Jawa. Tentu saja indikasi ini harus dianalisis lebih lanjut. Namun, di sisi lain, jumlah anak-anak Belitong yang mampu menembus perguruan tinggi negeri dari tahun ke tahun makin berkurang. Kesimpulan kasar dari situasi ini adalah masyarakat Belitong makin hari makin makmur, namun tingkat intelektualitas lajunya tak secepat laju ekonomi rupanya.

“Tingkat kelulusan masuk perguruan tinggi negeri (PTN) tidak sampai 10 persen dari jumlah ikut tes PTN. Ini menunjukkan, orangnya semakin kaya tapi bodoh,“ katanya.

Kondisi lingkungan menjadi faktor utama yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di Pulau Belitong dan juga Pulau Bangka. “Anak-anak lebih tertarik ke TI daripada sekolah. Dan TI memberikan banyak uang kepada mereka,” ujar Andrea.

Selain menyoroti soal pendidikan, Andrea juga memaparkan proses kreatif dan bagaimana mengembangkan gagasan ke dalam sebuah tulisan. Beberapa guru mengeluhkan sulitnya menuangkan ide ke dalam bentuk tulisan. Untuk itu, Andrea menyarankan agar terus berlatih menulis dan terus membaca karya-karya orang lain. “Sekolah untuk mengarang itu tidak ada. Semua berdasarkan kemauan dalam diri,” sarannya.

Acara yang dipandu Salman itu, menjadi menarik karena setiap penanya diberi hadiah berupa sovenir dan buku. Selain, itu beberapa orang peserta juga didaulat membacakan puisi yang ada dalam novel Laskar Pelangi, termasuk sastrawan Ian Sanchin. Talk show ini meriah tapi bernas. (M-007/M-103/M-104)

Pengantar

Ujian nasional (UN) untuk jenjang SMA/MA/SMK dan SMA LB yang dilaksanakan pada 22-24 April 2008 lalu, dan untuk SMP/Mts/SMP LB pada tanggal 5-8 Mei 2008, serta jenjang SD 13-15 Mei 2008 yang kini tengah berlangsung, masih belum diketahui hasilnya. Tapi, untuk Bangka Belitung, Dewan Pendidikan memprediksi tingkat kelulusan hanya mencapai 60 persen. Prediksi Dewan Pendidikan ini memang tidak membanggakan siapa pun yang punya perhatian terhadap pendidikan.

Tapi, sesungguhnya, jauh sebelum UN digelar, dari data-data try out atau pra UN yang digelar pada jenjang SMP/MTs/SMP LB dan SMA/MA/SMK/SMA LB di Bangka Belitung, hasilnya memang jauh dari target. Rata-rata tingkat kelulusan siswa 4,21. Sementara Depdiknas menetapkan nilai rata-rata maksimal kelulusan 5,25. Malah, dalam try out UN itu, beberapa sekolah tak satu pun yang lulus.

Selain itu pula, yang lebih mengusik tentang anggaran pendidikan yang dialokasikan di APBD. Untuk Kota Pangkalpinang, pemerintahnya telah mengalokasikan dana pendidikan sebesar 24 persen dari total APBD. Dan daerah lain memang masih jauh di bawah 20 persen seperti yang diamanatkan UUD 45.

Ternyata, besarnya anggaran yang dialokasikan, bukan jaminan keberhasilan pendidikan. Menurut, Andrea Hirata, sastrawan terkemuka di Indonesia asal Belitong, memotret soal pendidikan bukan perkara gampang dan sederhana. Pendidikan hurus dilihat dengan kaca mata yang tulus dan ikhlas. Dituntut mentalitas positif di dalamya. “Terkait masalah pendidikan, semua pihak mesti bertanggung jawab,” ujar Andrea.

Sementara itu, Rusli Rachman, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Bangka Belitung dan juga anggota PAH 3 Bidang Pendidikan, mengatakan, peran guru dalam meningkatkan mutu pendidikan sangat pennting. “Saya termasuk yang konservatif dan fanatik dengan pendapat bahwa peran guru sangat signifikan dalam meningkatkan mutu pendidikan dan pembelajaran,” kata Rusli.

Dalam memperingati Hari Pendidikan Nasional tanggal 2 Mei 2008, Metro Bangka Belitung mengelaborasi persoalan pendidikan di Bangka Belitung dengan mewawancarai Andrea Hirata, pengarang tetralogi novel Laskar Pelangi yang fenomenal itu dan juga seorang yang concern dengan pendidikan serta Rusli Rachman, mantan Kapusdiklat Depdiknas dan juga Ketua Dewan Pendidikan Bangka Belitung. Berikut petikan wawancara kedua orang itu dengan Nasrul Azwar.


Wawancara dengan Andrea Hirata


Di Belitong, pendapatan masyarakat kian hari kian meningkat. Adakah keterkaitan langsung meningkatnya pendapatan masyarakat dengan kemajuan pendidikan?

Bahwa secara ekonomi orang Belitong khususnya makin kaya. Indikasi ini dilihat dari demikian banyak orangtua yang mampu mengirim anaknya untuk kuliah ke Jawa, tentu saja indikasi ini harus dianalisis lebih lanjut. Namun, di sisi lain, jumlah anak-anak Belitong yang mampu menembus perguruan tinggi negeri dari tahun ke tahun makin berkurang. Kesimpulan kasar dari situasi ini adalah masyarakat Belitong makin hari makin makmur, namun tingkat intelektualitas lajunya tak secepat laju ekonomi rupanya.

Adakah data-data itu berkorelasi dengan riset yang Anda lakukan di Belitong?

Riset itu dilakukan di Belitong, namun harus diakui, data-data itu masih kasar, karena kesempitan waktu dan belum tersedianya sistem informasi yang baik. Paling tidak, harapan saya, riset saya ini dapat memancing periset lain agar tergelitik untuk meriset hal ini. Sekaligus saya menghimbau, mudah-mudahan ada lembaga baik pemerintah atau nonpemerintah yang dapat mensuplai data-data seperti jumlah siswa yang berangkat ke luar Bangka Belitong untuk kuliah setiap tahun. Jumlah siswa Bangka Belitong yang diserap perguruan tinggi negeri setiap tahun, data-data begini masih sangat sulit didapat. Padahal, jika ada akan sangat berguna untuk riset lebih dalam.

Dalam bahasa yang sederhana, dan melihat kondisi pendidikan seperti itu, apa sebenarnya yang Anda tawarkan ke otoritas pendidikan dan juga publik?

Yang saya tawarkan adalah mentalitas positif. Yakni otoritas dan publik sama-sama mencari solusi. Satu visi, satu misi, dan kompak.

Riset yang Anda lakukan di Belitong, apakah hasilnya sebagai representasi potret pendidikan di Bangka Belitung atau Indonesia?

Tidak sesederhana itu melihat potret pendidikan. Apalagi riset saya masih sangat sempit magnitude-nya, yaitu hanya berangkat dari gap yang makin besar antara jumlah lulusan SMA di Belitong dan jumlah siswa Belitong yang diterima di perguruan tinggi negeri. Masih banyak hal yang perlu dibenahi dalam desain riset itu. Namun, tembakan pertama dari riset saya itu sebenarnya untuk menggugah otoritas atau non-otoritas guna meneliti lebih lanjut dan bersama-sama mencari solusi untuk memperkecil gap itu.

Jika diandaikan hasil itu adalah potret pendidikan Indonesia, apakah ini bisa disimpulak sebagai kegagalan negara mengelola pendidikan?

Riset saya itu sama sekali tak bisa diandaikan sebagai potret pendidikan Indonesia. Sekali lagi masalah pendidikan tak sesederhana dibayangkan banyak orang. Multidimensi masalahnya.

Sekaitan dengan statement Anda tentang negeri kaya tapi masyarakatnya bodoh, apakah itu berhubungan dengan pendidikan?

Kaya adalah indikator ekonomi, bodoh adalah terminologi pendidikan, pernyataan itu harus dihubungkan dengan konteks riset saya.

Dahulu masyarakat sangat dimanjakan oleh PT Timah. Akibatnya, masyarakat terkesan apatis?

Bisa jadi, meski hipotetikal. Artinya, perlu diteliti lebih lanjut. Sekali lagi, soal pendidikan sangat tidak sederhana. Perlu penelitian untuk melihat benang merahnya. Karena itu saya melakukan riset, meski hanya riset kecil-kecilan saja.

Patokan 5,25 itu sebagai standar tingkat kelulusan siswa tingkat SMP dan SMA, sementara rata-rata tingkat kelulusan dalam pra UN di bawah itu. Bagaimana Anda menyikapinya?

Saya belum meneliti implikasi dari indikator-indikator itu, saya tidak punya datanya.

Dari pelbagai persoalan pendidikan itu, Anda memawarkan semacam konsep "Laskar Pelangi in Action" bisakah lebih detail dijelaskan?

Sederhana sekali. Laskar Pelangi in Action adalah upaya menyalurkan royalti film dan buku Laskar Pelangi menjadi kegiatan amal pendidikan. Telah berlangsung dua kali di Bandung dalam bentuk try out dan bimbingan psikologi bagi siswa Belitong. Ke depan Laskar Pelangi in Action akan membuat kelas-kelas kecil untuk bimbingan intensif gratis Matematika, Fisika, Kimia, Biologi, dan Bahasa Inggris. Demikian harapan saya. Laskar Pelangi in Action adalah proyek pribadi, bukan yayasan, bukan LSM, bukan organisasi apapun. Laskar Pelangi in Action tidak membuat proposal-proposal dan tidak minta-minta dana kesana kemari. Proyek ini proyek pribadi saja.

Dan ini sebagai model yang dapat menginspirasi orang lain. Katakanlah semacam MLM intelektualitas. Dan ia menjadi learning society. Kapan itu direalisasikan, dan jika sudah terwujud, sudah berapa persen?

Dari dulu saya selalu menyebut Laskar Pelangi in Action sebagai satu model MLM intelektualitas dan model learning society. Artinya silakan dicontoh model ini oleh siapa saja anggota masyarakat yang memiliki inisiatif untuk memajukan pendidikan dan ingin berkontribusi pada society, tanpa imbalan apapun.

Melihat kondisi pendidikan hari ini, siapakah yang seharusnya bertanggung jawab?

Semua orang harus bertanggung jawab

Partisipasi publik kayaknya tak demikian banyak terlibat dalam kebijakan pendidikan, walau ada lembaga yang disebut komite sekolah. Apa langkah konkret yang harus dilakukan agar muncul sikap learning society?

Ada, yaitu yang pertama menumbuhkan kesadaran akan pentingnya pendidikan pada diri sendiri, pada keluarga, dan pada lingkungan. Itulah bentuk konkretnya.

Budaya melek baca belum demikian berkembang di tengah masyarakat Bangka Belitung, dan ini terkait dengan kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Apakah ini juga memengaruhi kualitas pendidikan dan sumber daya manusianya?

Jelas, membaca merupakan aktivitas menambah wawasan, artinya berhubungan langsung akhirnya dengan kualitas SDM. Masalah membaca bukan hanya masalah Belitong tapi masalah nasional.

Selain itu, kualitas pengajar atau guru juga menjadi determinasi menurunnya kualitas pendidikan dan anak didik. Apa komentar Anda tentang pengajar di Bangka Belitong?

Sangat baik, kualifikasinya rata-rata baik dan semangat untuk mencapai kualifikasi yang baik sangat tinggi, misalnya ikut penjenjangan S1 dan sebagainya.

Provinsi Bangka Belitong dicanangkan sebagai Negeri Laskar Pelangi, apa artinya ini?

Artinya, Bangka Belitong akan mencanangkan Laskar Pelangi sebagai salah satu ikon budaya Bangka Belitong. Saya senang akan ide ini dan saya sumbangkan karya saya Laskar Pelangi untuk Bangka Belitong yang sedang membangun image. Soal membangun image ini diceritakan Gubernur Bangka Belitong kepada saya waktu kami berjumpa baru-baru ini. Gratis, saya tak perlu dibayar, tak perlu diberi kompensasi apapun, silakan otoritas Bangka Belitong dan masyarakat Bangka Belitong menggunakan Laskar Pelangi dalam berbagai bentuk guna membangun citra positif Bangka Belitong. Cuma-Cuma.

Apakah Anda punya data berapa orang yang membaca tetralogi Laskar Pelangi di Bangka Belitong?

Tidak punya. *

Pendidikan di Bangka Belitung Jalan di Tempat

Pengantar

Ujian nasional (UN) untuk jenjang SMA/MA/SMK dan SMA LB yang dilaksanakan pada 22-24 April 2008 lalu, dan untuk SMP/Mts/SMP LB pada tanggal 5-8 Mei 2008, serta jenjang SD 13-15 Mei 2008 yang kini tengah berlangsung, masih belum diketahui hasilnya. Tapi, untuk Bangka Belitung, Dewan Pendidikan memprediksi tingkat kelulusan hanya mencapai 60 persen. Prediksi Dewan Pendidikan ini memang tidak membanggakan siapa pun yang punya perhatian terhadap pendidikan.

Tapi, sesungguhnya, jauh sebelum UN digelar, dari data-data try out atau pra UN yang digelar pada jenjang SMP/MTs/SMP LB dan SMA/MA/SMK/SMA LB di Bangka Belitung, hasilnya memang jauh dari target. Rata-rata tingkat kelulusan siswa 4,21. Sementara Depdiknas menetapkan nilai rata-rata maksimal kelulusan 5,25. Malah, dalam try out UN itu, beberapa sekolah tak satu pun yang lulus.

Selain itu pula, yang lebih mengusik tentang anggaran pendidikan yang dialokasikan di APBD. Untuk Kota Pangkalpinang, pemerintahnya telah mengalokasikan dana pendidikan sebesar 24 persen dari total APBD. Dan daerah lain memang masih jauh di bawah 20 persen seperti yang diamanatkan UUD 45.

Ternyata, besarnya anggaran yang dialokasikan, bukan jaminan keberhasilan pendidikan. Menurut, Andrea Hirata, sastrawan terkemuka di Indonesia asal Belitong, memotret soal pendidikan bukan perkara gampang dan sederhana. Pendidikan hurus dilihat dengan kaca mata yang tulus dan ikhlas. Dituntut mentalitas positif di dalamya. “Terkait masalah pendidikan, semua pihak mesti bertanggung jawab,” ujar Andrea.

Sementara itu, Rusli Rachman, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Bangka Belitung dan juga anggota PAH 3 Bidang Pendidikan, mengatakan, peran guru dalam meningkatkan mutu pendidikan sangat pennting. “Saya termasuk yang konservatif dan fanatik dengan pendapat bahwa peran guru sangat signifikan dalam meningkatkan mutu pendidikan dan pembelajaran,” kata Rusli.

Dalam memperingati Hari Pendidikan Nasional tanggal 2 Mei 2008, Metro Bangka Belitung mengelaborasi persoalan pendidikan di Bangka Belitung dengan mewawancarai Andrea Hirata, pengarang tetralogi novel Laskar Pelangi yang fenomenal itu dan juga seorang yang concern dengan pendidikan serta Rusli Rachman, mantan Kapusdiklat Depdiknas dan juga Ketua Dewan Pendidikan Bangka Belitung. Berikut petikan wawancara kedua orang itu dengan Nasrul Azwar.

Wawancara dengan Rusli Rachman, Anggota DPD RI

Implementasi Pendidikan Salah Kaprah

Dari data-data hasil pra UN 2008 untuk jenjang SMA/MA/SMK dan SMA LB dan untuk SMP/Mts/SMP LB, hasil mengangetkan, yaitu rata-rata 4,21 di Bangka Belitung. Untuk standar nasional minimal 5,25. Apa komentar Anda?

Apakah hasil pra UN dapat dijadikan parameter UN tergantung bagaimana strategi dalam mempersiapkan perangkat pra-UN tersebut. Kalau tujuannya untuk melihat kesiapan, dikembangkanlah paket soal yang diperkirakan di atas standar yang mungkin keluar. Sebaliknya, kalau tujuannya untuk mengukur kekuatan yang ada, maka disiapkan paket soal yang diperkirakn setara dengan soal UN yang akan keluar. Kalau komentar Ketua Dewan Pendidikan seperti itu, artinya alternatif pertama yang dipilih. Jadi walau hasilnya semua tak mencapai standar nilai minimal yang ditetapkan, tetapi dapat dipediksi hasilnya kalau UN berlangsung.

Mengenai alokasi anggaran pendidikan pada APBD kabupaten/kota memang masih sangat menyedihkan, kecuali Kota Pangkalpinang. Alokasi anggaran pendidikan Kota Pangkalpinang memang membanggakan. Saya salut dengan wali kota yang kukuh mengalokasikan anggaran sampai 24 persen di luar gaji guru. Artinya Wali Kota Pangkalpinang telah dengan penuh kesadaran memenuhi amanat UUD45 maupun UU No 20 Tahun 2003 walaupun belakangan Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan judicial review bahwa 20 persen itu termasuk gaji guru. Artinya, kalau alokasi APBD Kota Pangkalpinang tersebut diakumulasikan dengan gaji guru, bisa jadi anggaran pendidikan Kota Pangkalpinang mencapai 40 persen. Ini spektakuler!

Anggaran pendidikan ditetapkan sudah melebihi amanah yang ditetapkan UUD- 45, adakah berkorelasi anggaran pendidikan yang besar dengan kualitas pendidikan, serta latar belakang pendidikan orangtua siswa?

Tergantung bagaimana skala prioritas pemegang otoritas pendidikan dalam menggunakan anggaran tersebut. Kalau skala prioritasnya benar dan pas, pastilah korelasinya positif signifikan. Sebaliknya, kalau skala prioritasnya salah, maka bukan saja tak memperlihatkan positif signifikan, bahkan bisa-bisa negatif. Untuk menentukan skala prioritas harus dilakukan penelitian terlebih dahulu atas semua komponen dalam sistem pendidikan, seperti sarana/prasarana, kurikulum, guru, tenaga kependidikan lainnya, anggaran, perpustakaan, fasilitas administrasi penunjang, dan lingkungan. Semuanya dianalisis/didiagnosis permasalahannya masing-masing kecuali komponen kurikulum yang memang sudah given.

Dari situ diketahui komponen mana yang memerlukan alokasi anggaran yang lebih besar dan mana yang hanya perlu "perbaikan" kecil saja. Penelitian yang sederhana cukup dengan angket yang melibatkan semua stakeholders pendidikan, seperti guru, siswa, orangtua siswa, komite sekolah dan lain yang dianggap terkait. Kalau desain, pengorganisasian dan pembacaan/penafsiran angketnya baik, hasilnya akan memadai dan akan ketahuan komponen mana yang sebenarnya memerlukan curahan anggaran yang lebih besar dari yang lain, Artinya, anggaran yang dikeluarkan terpakai secara efektif dan sekaligus efisien. Apakah ada korelasi juga mutu dengan latar belakang orangtua? Tentu saja, tetapi tidak terlalu signifikan. Orangtua siswa hanya salah satu komponen saja yang mempengaruhi mutu pendidikan. Kalau guru-guru bagus, proses pembelajaran dan pendidikan di sekolah berjalan kondusif karena didukung oleh fasilitas yang baik, dan lingkungan sekolah maupun masyarakat bagus everything is ok.

Ada riset menyebutkan, meningkatnya kesejahteraan masyarakat di Bangka Belitong, tampaknya tak seimbang dengan tingkat kualitas pendidikan, malah kian menurun?

Anggaplah riset itu benar, tapi itu tak dapat dikorelasikan dengan keberhasilan anak-anak di perguruan tinggi negeri, bahkan swasta, bahkan sekolah menengah, atau angka partisipasi sekalipun. Di atas sudah saya katakan banyak parameter yang mempengaruhi keberhasilan dalam sistem pendidikan. Bagaimanapun, tingkat pendapatan dan penghasilan masyarakat hanyalah salah satu komponen atau sub-sistem yang menjadi parameter.

Melihat kondisi pendidikan seperti itu, apa solusi terbaik yang mesti dilakukan pemerintah?

Tidak mudah seperti yang Anda kira untuk menjawabnya, karena diagnosis yang benar atas masalah adalah menjadi dasar konsep perbaikannya. Tetapi kalau mau sederhana, berbicaralah dengan guru dan tanyakan kepada mereka apa yang harus dibuat untuk meningkatkan mutu? Kalau mereka mengatakan misalnya, "Beri kami gaji yang tinggi agar kami bisa konsentrasi mengajar dan mendidik." Maka penuhi harapannya! Untuk memenuhi dan merealisasi harapan guru itu harus ada "kontrak" yang diteken antara pemerintah dengan guru. Saya termasuk yang konservatif dan fanatik dengan pendapat bahwa peran guru sangat signifikan dalam meningkatkan mutu pendidikan dan pembelajaran. Sebuah sekolah boleh bagus dengan fasilitas pembelajaran yang canggih, tetapi tanpa guru yang baik semua itu hanya "sampah". Sebaliknya berikanlah sebuah sekolah yang serba kurang dan jelek fasilitasnya kepada guru yang baik, mereka akan menghasilkan lulusan yang jempolan! Masalahnya guru yang baik itu seperti apa? Kembali lagi pada berbagai faktor, seperti kompetensi, dedikasi, dan tentu saja gaji!

Rendahnya mutu pendidikan sekarang ini apakah bisa disimpulkan sebagai kegagalan negara mengelola pendidikan?

Potret rendahnya mutu pendidikan dianggap sebagai gagalnya negara mengelola pendidkikan? Nanti dulu, masalahnya tidak bisa disederhanakan demikian. Pertama, perlu diketahui bahwa yang dimaksud dengan keluaran pendidikan itu adalah keluaran sistem pendidikan. Yang dimaksudkan dengan mutu pendidikan itu adalah apa yang tergambar dalam tujuan pendidikan nasional seperti tertuang dalam UU No 20 tahun 2003. Dalam rumusan tujuan itu anak yang cerdas dan pintar hanya salah satu sisi saja, masih banyak sisi yang lain seperti berakhlak mulia, berkepribadian, mandiri, sehat jasmani dan rohani, dan memiliki semangat kebangsaan. Untuk melihat apakah negara telah gagal mengelola pendidikan ukurannya adalah tujuan pendidikan nasional tersebut. Kalau tak tercapai semua berarti gagal, kalau sebagian kecil tak tercapai berarti belum gagal, kalau sebagian besar tak tercapai berarti belum berhasil. Untuk itu perlu ada survei secara nasional.

Lalu bagaimana Anda membaca salah satu aspek yang dihasilkan dari pendidikan, yaitu moralitas dan akhlak itu?

Kalau saya sendiri melihat kegagalan pelaksanaan sistem pendidikan sekarang justru bukan pada aspek mutu akademik, tetapi pada pembentukan moral, akhlak, kepribadian dan semangat kebangsaannya. Itupun kalau informasi yang kita dapatkan via media massa dapat dipercaya. Lihatlah outcomes pendidikan itu sehari-hari dalam bentuk kebrutalan, kekerasan, intoleransi, kejahatan, kesenangan, dan terutama korupsi disegala lini dan lain-lain. Tentang UN untuk mengukur mutu akademik akan kita bahas khusus nanti saja agar lebih mendalam.

Dahulu masyarakat sangat dimanjakan oleh PT Timah. Akibatnya, masyarakat terkesan apatis?

Boleh jadi demikian.

Pendidikan di Bangka Belitong sangat jauh tertinggal dibanding daerah lainnya. Lalu siapa yang seharusnya bertanggung jawab?

Kalau dikatakan pendidikan di Bangka Belitong jauh ketinggalan, setidaknya melihatnya dari aspek-aspek keterukuran dalam bandingan nasional, sepertinya tidak. Data-data kuantitatif Depdiknas seperti yang saya tahu, kondisi Bangka Belitong memang tidak menyamai beberapa provinsi yang sudah maju terlebih dahulu, tetapi tidak pula di bawah everage. Soal siapa yang bertanggung jawab, tentu saja pemegang otoritas pemerintahan daerah, kemudian pemegang otoritas pendidikannya. Bukankah ini daerah otonomi?

Partisipasi publik Bangka Belitong tak maksimal dalam kebijakan pendidikan. Apa langkah konkret yang harus dilakukan agar muncul sikap learning society?

Partisipasi publik dalam ikut menentukan kebijakan pendidikan di daerah direpresentasikan secara umum oleh DPRD dan secara khusus oleh Dewan Pendidikan. Semasa saya menjadi ketua Dewan Pendidikan, setiap tahun Dewan Pendidikan mengeluarkan apa yang kami sebut "Rekomendasi Pendidikan". Mestinya tradisi ini diteruskan, tetapi masalahnya bukan terletak pada ada tidaknya rekomendasi, tetapi ada atensi Gubernur atas rekomendasi tersebut. Learning society dapat dikembangkan melalui kebijakan daerah. Katakanlah melalui peraturan daerah (perda) seperti yang telah sukses di DIY dan kini ditiru oleh beberapa kabupaten di Jawa Tengah.

Budaya melek baca belum demikian berkembang di tengah masyarakat Bangka Belitong, dan ini terkait dengan kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Apakah ini juga memengaruhi kualitas pendidikan dan sumber daya manusianya?

Terminologi yang biasa dipakai adalah "melek huruf" untuk membedakannya dengan buta huruf, tetapi kemudian diganti dengan "tiga buta", (buta aksara, angka dan pendidikan dasar). Kalau yang dimaksud adalah 3 buta ini, memang hal ini tak terlepas dari kondisi sosial ekonomi masyarakat. Abraham Maslow menerangkan kepada kita bahwa hierarki kebutuhan dasar manusia itu dimulai dari makan, pakaian, perumahan, kesehatan dan pendidikan. Jadi kalau makan saja masih empot-empotan, bagaimana memikirkan yang lain-lainnya?

Selain itu, kualitas pengajar atau guru juga menjadi determinasi menurunnya kualitas pendidikan dan anak didik. Apa komentar Anda tentang pengajar atau guru di Bangka Belitong?

Saya sudah katakan bahwa faktor guru adalah yang utama dalam suatu sistem persekolahan. Kalau guru secara kuantitatif cukup dan secara kualitatif kompeten, ini sudah cukup untuk berharap mutu pendidikan membaik.

Apakah ada yang tak benar terhadap sistem pendidikan di Indonesia ini?

Kalau kita melihat UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sepertinya tak ada yang salah. Yang salah adalah implementasinya. Yang bertahun-tahun ini diisukan soal anggaran tak kunjung terpenuhi. Belum lagi skala prioritas penggunaan anggaran dalam pencapaian tujuan nasional, belum lagi bagaimana Mendiknas menafsirkan apa yang disebut mutu pendidikan, belum lagi pelaksanaan pendidikan yang menjurus menyempit. Meminjam pandangan Prof Surya, bahwa pendidikan kini makin menyempit, dari pendidikan ke pengajaran, dari pengajaran menyempit ke kurikulum, dari kurikulum ke kelas, dari kelas ke satuan pelajaran, dan dari satuan pelajaran ke UN.

Apa kontribusi konkret dari LPMP itu terhadap mutu pendidikan di Bangka Belitong?

Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan(LPMP) adalah sebuah lembaga pusat (Depdiknas) yang dititipkan di provinsi, sebagai upaya pemerintah pusat ikut mengontrol mutu pendidikan di daerah. Melalui LPMP ini Depdiknas utamanya membantu meningkatkan mutu dan kompetensi guru melalui berbagai penataran dan pelatihan. Secara teori baik, tinggal apakah termanfaatkan secara optimal apa tidak. Intervensi dalam bentuk LPMP ini dari Depdiknas saya kira bermanfaat, tetapi intervensi menentukan ketidaklulusan siswa dalam UN buruk. *



Wednesday, May 7, 2008

Wawancara Eksklusif dengan Andrea Hirata


“Lebih Senang Dikontak Guru Ketimbang Pejabat”
Pengantar Redaksi
Buku Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor, dan Maryamah Karpov merupakan karya Andea Hirata Seman yang mencengangkan banyak orang di negeri ini. Tiga buku, minus Maryamah Karpov, meledak di pasaran. Selain di Indonesia, Laskar Pelangi juga diterbitkan di Malaysia, Singapura, Spanyol, dan beberapa negara Eropa lainnya.